Menjadi seseorang yang liberal dan berpikiran terbuka berarti harus bisa menerima dan terbuka terhadap segala hal yang dianggap “menyimpang” dari norma-norma masyarakat umum. Seperti misalnya: terbuka terhadap segala pemikiran kekirian; atheisme; kesetaraan gay dan lesbi; seks pra-nikah; penggunaan alkohol dan ganja; tattoo; subkultur punk, dll.
Namun apakah dengan menjadi seorang yang berpikiran terbuka juga harus terbuka dengan segala hal yang katakanlah.. “budaya impor dari padang pasir” ? seperti misalnya wanita bercadar; pria bergamis, berjanggut tebal, dan bercelana congklang; bahasa arab; dll. Apakah kita bisa tidak menyebut pria bercelana congklang itu dengan sebutan menggelikan semacam Alkacong (aliran kathok congklang – aliran celana congklang)? Apakah kita bisa untuk tidak memandang semua pria berjanggut dan bergamis sebagai fanatik gila yang ahli merakit bom? Apakah kita bisa untuk tidak memandang semua ustadz sebagai orang-orang konservatif berpikiran dangkal?
Yah, silahkan dipikir sendiri deh
Teruntuk sahabat-sahabatku, kaum “liberal” penghamba logika dan juga kaum “radikal” penghamba dogma. Tidak bisakah kalian duduk satu ruangan dan saling bertukar pikiran dengan damai tanpa segala prasangka buruk?
kebanyakan orang mengaku liberal dari luarnya saja loh Dya.. berkoar2 aja dimulut ngaku liberal tp dalem hati mendem omelan pengen komentar macem2..
bikin idup keliatan jadi ribet. padahal kyknya simpel.. haha. naif sekali saya 😀